Sunday, October 16, 2011

Memahami Persoalan Perbatasan di Camar Bulan/Tanjung Datu

http://www.borderstudies.info/?p=1224
  1. Isu perbatasan di Sekitar Desa Temajuk, Dusun Camar Bulan (sekitar Tanjung Datu) sedang hangat dibicarakan di media di Indonesia. Seperti bisa diduga, isu perbatasan dengan Malaysia selalu menghebohkan. Tulisan ini mencoba menjelaskan apa yang terjadi dan tawaran solusi yang bisa dipertimbangkan.
  2. Batas darat Indonesia-Malaysia di Sekitar Tanjung Datu mengikuti batas yg telah ditetapkan oleh Belanda dan Inggris sebagai penjajah/pendahulu yang waktu itu menguasai Borneo/Kalimantan, seperti yang terlihat pada Gambar 1.
    Gambar 1 Peta Kawasan Tanjung Datu/Camar Bulan. 
    Sumber: diadaptasi dari Google Earth
  3. Dalam Hukum Internasional dikenal prinsip Uti Possidetis Juris, artinya wilayah dan batas wilayah suatu negara, mengikuti wilayah dan batas wilayah pendahulu/penjajahnya. Prinsip Uti Possidetis Juris inilah yg dijadikan dasar oleh Indonesia dan Malaysia saat menetapkan batas wilayah di sekitar Tanjung Datu. Prinsip ini juga dominan dianut oleh negara-negara di Asia Tenggara.
  4. Jika merujuk pada teori klasik pembuatan batas, ada empat tahap yang harus dilakukan yaitu alokasi, delimitasi, demarkasi, dan administrasi. Ini dikemukakan oleh Stephen B. Jones pada tahun 1945 dan dipercaya masih benar adanya sampai saat ini. Alokasi adalah proses penentuan secara umum kawasan yang menjadi milik satu pihak dan pihak lain, tanpa melakukan pembagian secara akurat/teliti. Proses ini bersifat politis. Delimitasi adalah penetapan garis batas secara teliti di atas peta, berdasarkan proses alokasi sebelumnya. Demarkasi adalah proses penegasan titik dan garis batas dengan pemasangan pilar/patok di lapangan berdasarkan delimitasi sebelumnya. Tahap terakhir adalah administrasi yang berarti adalah Pengelolaan perbatasn, termasuk pemeliharaan titik/garis.  Yang utama dari tahap ini adalah  memastikan dan menjamin kehidupan penduduk yang hidupnya bergantung pada kawasan perbatasan itu.
  5. Dalam hal batas Indonesia-Malaysia di Kalimantan, proses alokasi dan delimitasi sesungguhnya sudah final karean sudah dilakukan oleh Inggris dan Belanda. Yang belum diselesaikan adalah demarkasi yang akibatnya juga menghambat proses administrasi atau pengelolaan.
  6. Karena mengikuti prinsi uti possidetis juris, penegasan batas oleh Indonesia-Malaysia dlakukan berdasarkan perjanjian penetapan batas yang sudah disepakati oleh Inggris dan Belanda di masa penjajahan.
  7. Ada tiga produk hukum yang dijadikan acuan yaitu Konvensi antara Belanda dan Inggris dalam menentukan garis batas di Kalimantan, ditandatangani di London tangga 20 Juni 1891; Protokol antara Inggris dan Belanda perihal garis batas Negara Utara Kalimantan dan Wilayah Belanda di Kalimantan, ditandatangani di London 28 September 1915; dan Konvensi terkait kelanjutan delimitasi dari garis batas antara Negara – negara di Kalimantan dibawah Proteksi Inggris dan Wilayah Belanda di pulau tersebut. Ditandatangani di Den Haag, 26 Maret 1928. Untuk singkatnya, ketiga produk ini disebut perjanjian 1891, 1915 dan 1928.
  8. Inti dari proses penegasan batas Indonesia-Malaysia di Kalimantan adalah menerjemahkan isi perjanjian 1891, 1915 dan 1928 menggunakan cara, pendekatan dan teknologi baru sehingga bisa dinyatakan dalam bentuk posisi akurat berupa koordinat.
  9. Bisa dibayangkan, teknologi penentuan posisi di abad ke-19 dan awal abad ke-20 saat perjanjian itu dibuat tentu berbeda dengan teknologi yang ada di di akhir abad ke-20 dan abad ke 21. Hal ini yang menyebabkan bentuk perjanjian di masa lalu berbeda dengan di masa kini.
  10. Dalam menyatakan posisi garis batas, perjanjian Inggris dan Belanda menggunakan deskripsi seperti ‘garis batas dari puncak gunung A ke B melalui punggungan daratan dst’. Dalam hal ini, digunakan deskripsi yang cukup rinci tetapi tidak menyebut posisi yang akurat/tepat berupa koordinat.
  11. Sementara itu, penegasan batas Indonesia-Malaysia dewasa ini menginginkan penggunaan posisi yang tentu saja akurat berupa koordinat. Tugas tim penegasan batas adalah menerjemahkan deskripsi menjadi posisi akurat berupa koordinat. Kegiatan ini melibatkan tim gabungan Indonesia dan Malaysia untuk menentukan posisi titik-titik batas di lapangan sesuai deskripsi pada perjanjian Inggris-Belanda.
  12. Bisa dipahami, tidak mudah menerjemahkan deskrisi menjadi posisi akurat, pasti ada perbedaan penafsiran. Perubahan bentang alam adalah salah satu faktor yang menyebabkan adanya perbedaan penafsiran itu. Misalnya, di perjanjian Inggris-Belanda dikatakan adanya sungai tetapi sungai itu bisa jadi sudah tidak ada karena perubahan alam. Perbedaan penafsiran ini menyebabkan adanya segmen garis batas yang tertunda penyelesaiannya.
  13. Untuk segmen yang sudah disepakati, Indonesia dan Malaysia telah membuat Nota Kesepahaman (MoU) yang sifatnya mengikat.
  14. Segmen yg belum disepakati disebut dengan Outstanding Boundary Problems (OBP) dan terus menjadi perihal yang dirundingkan unutk diselesaikan.
  15. Khusus untuk segmen di Camar Bulan/Tanjung Datu, perjanjian Inggris dan Belanda tahun 1981 mengatakan, pada intinya, garis batas adalah di sepanjang watershed/batas aliran air. Dalam bahasa sederhana, watershed adalah punggungan daratan pemisah aliran air. Jika suatu daerah berupa bukit panjang, maka watershed adalah di sepajang puncak bukit seperti Gambar 2.
    Gambar 2 watershed yang melewati punggungan bukit/dataran tinggi Sumber: http://www.oldhamcounty.net/ 
  16. Dalam peta yg digunakan, segmen  batas darat di Tanjung Datu/Camar Bulan ini adalah dari titik A88 – A156 seperti yang terlihat pada Gambar 1
  17. Ketika disurvei th 1976, ternyata daerah yang Camar Bulan/Tanjug Datu relatif datar (tidak berbukit) sehingga watershed tidak mudah diamati secara visual. Lihat Gambar 3.

    Gambar 3 Kawasan di Sekitar Camar Bulan/Tanjung Datu yg relatif datar. Sumber: diadaptasi dari Google Earth
  18. Mesti tidak mudah, tetap tim bersama Indonesia-Malaysia berhasil memutuskan garis watershed sesuai data/metode/teknologi yang tersedia ketika itu.
  19. Pada suatu pertemuan, pihak Indonesia merasa ragu-ragu dan tidak puas dengan hasil survey tahun 1976 dan mengusulkan dilakukan survey ulang. Malaysia menyetujui dan selanjutnya dilakukan survey ulang menggunakan alat dan metode yang lebih teliti. Survei ulang ini dilakukan pada tahun 1978. Ternyata hasil survei 1976 dan 1978 menunjukkan hasil yg sama, bahwa pada Kawasan tersebut terdapat watershed meskipun pembuktiannya tidak mudah karena kawasannya relatif datar.
  20. Temuan survey ulang tahun 1978 itu kemudian dituangkan dalam MoU tahun 1978. Artinya, batas darat Indonesia-Malaysia di Camar Bulan/Tanjung Datu berhasil ditetapkan dan itu sudah sesuai dengan perjanjian Inggris-Belanda yaitu mengikuti watershed. Dengan demikian, segmen batas darat di Camar Bulan/Tanjug Datu sudah disepakati oleh Indonesia dan Malaysia dan tidak termasuk OBP. Dengan disepakatinya segmen Camar Bulan/Tanjung Datu ini, kini Indonesia-Malaysia punya 9 OBP yang masih harus diselesaikan.
  21. Garis batas yang ditetapkan berdasarkan MoU 1978 itu melengkung sedemikian rupa membentuk kantong ke arah Indonesia. Melihat bentuknya, memang mungkin muncul dugaan bahwa garis ini tidak adil bagi Indonesia. Namun perlu diperhatikan, garis ini mengikuti bentang alam (watershed) dan merupakan hasil pengukuran/survey teliti berdasarkan perjanjian Inggris-Belanda tahun 1891, bukan dokumen atau peta lainnya yang bukan bagian dari Perjanjian Inggris-Belanda 1891. 

  22. Mengapa Camar Bulan/Tanjung Datu heboh lagi?
  23. Sedari awal, ada pihak tertentu di Indonesia yang memiliki pendapat berbeda tentang penegasan garis batas di Sekitar Camar Bulan/Tanjung Datu ini, dan ini tentu saja hal yang wajar.
  24. Pernah dibentuk Kelompok Kerja di Indonesia, dengan tugas untuk menginvestigasi isu perbatasan Indonesia-Malaysia, termasuk di Camar Bulan/Tanjung Datu. Salah satu temu dan dan usulan Kelompok Kerja ini adalah agar penegasan garis batas di lokasi tersebut dilakukan dengan melakukan penarikan garis lurus dari titik A88 – A156 (lihat  Gambar 1). Penarikan garis lurus ini, secara praktis memang dimungkinkan dan penggunaan garis lurus memang telah terbukti ada sebagai salah satu cara penarikan garis batas. Hal ini yang nampaknya menguatkan usulan penarikan garis lurus tersebut. Meski demikian, perlu diingat kembali bahwa Indonesia dan Malaysia harus mengikuti ketentuan perjanjian Inggris dan Belanda dalam menegaskan batasnya. Di perjanjian Inggris dan Belanda 1891 jelas dikatakan bahwa garis batas di Kawasan Camar Bulan/Tanjung Datu harus mengikuti watershed. Akibatnya, meskipun secara teknis garis lurus itu dimungkinkan dan bahkan lebih mudah secara perhitungan dan pelaksaan, penggunaannya untuk Camar Bulan/Tanjung Berakit bersifat melanggar hukum/ilegal.
  25. Pada awal dekade 2000an, dengan komposisi tim perbatasan yg baru, ada juga usaha dari Indonesia untuk meninjau ulang segmen garis batas Camar Bulan/Tanjung Datu, dalam rangka mengakomodir perbedaan pandangan di Indonesia.
  26. Usulan peninjauan ulang tidak disetujui oleh Malaysia. Ini tentu saja hal yg wajar, krn sudah semen tersebut memang sudah disepakati melalui MoU 1978. Meski tidak disebut perjanjian/treaty, MoU 1978 berkedudukan hukum yg sama2 mengikat sehingga sifatnya seperti perjanjian/treaty tentang batas negara.
  27. Mengacu pada Konvensi Wina 1969, perjanjian batas wilayah tidak bisa dibatalkan karena suatu perubahan fundamental apapun dan ini tentu saja secara analogi berlaku bagi MoU 1978. Dengan demikian, batas darat Indonesia-Malaysia di Camar Bulan/Tanjung Datu sudah selesai secara hukum, dan tentu saja tidak termasuk dalam daftar OBP.
  28. Kenyataannya memang ada penduduk Indonesia di Camar Bulan, yg jika dinilai dari garis batas hasil MoU 1978, beraktivitas di Malaysia (Tanjung Datu) dalam bentuk Pengelolaan lanah untuk pertanian.  Jika berpedoman pada MoU 1978, bukan Malaysia yg masuk ke dalam wilayah Indonesia  tetapi sebaliknya.
  29. Kehebohan terjadi, salah satunya, karena media mengangkat kembali persoalan ini dan memberitakan seakan-akan batas darat belum tuntas tetapi sudah dilakukan aktivitas oleh Malaysia dan Indonesia. Selain itu, bentuk batas darat yang melengkung sedemikian rupa ke arah Indonesia dikaitkan dengan kemungkinan Malaysia mencaplok wilayah Indonesia. Dengan membandingkan garis yang sudah disepakati tahun 1978 dan garis lurus usulan pihak Indonesia (setelah MoU dibuat), memang wilayah dengan luasan yang cukup besar dan itu diberitakan sebagai ‘kerugian’ Indonesia. Meski demikian, harus kembali diingat bahwa usulan garis lurus ini dilakukan setelah kesepakatan dan jelas dikatakan dalam perjanjian Inggris-Belanda 1891 bahwa garis batas mengikuti watershed dan tidak disebutkan adanya penggunaan garis lurus di Kawasan Camar Bulan/Tanjung Datu.
  30. Intinya, secara hukum tidak ada masalah dalam perbatasan Indonesia-Malaysia di Camar Bulan/Tanjung Datu. Hanya saja memang ada pihak yg masih belum bisa menerima hasil penegasan batas yang sudah dituangkan dalam bentuk MoU dan terus berusaha untuk melakukan revisi. Jika ditinjau dari potensi keuntungan secara teritori, usaha dari sebagian pihak ini tentu saja bisa dimengerti karena dengannya Indonesia akan menguasai wilayah yang lebih besar di Kawasan Camar Bulan/Tanjung Datu. 

  31. Langkah ke depan
  32. Jika saja peta batas wilayah yang disepakati Inggris dan Balanda sangat akurat dan dengan skala yang memadai, mungkin Indonesia dan Malaysia tidak mengalami kesulitan menegaskan batas darat di lapangan.
  33. Jika ada yg memiliki bukti baru bahwa MoU 1978 kurang tepat dan tidak sesuai dengan perjanjian Inggris dan Belanda 1891 maka pihak tersebut harus menunjukkan peta itu dan membuktikan kesahihannya. Meski demikian, harus diingat bahwa tidak mudah membatalkan perjanjian yg sudah dibuat (MoU) karena adanya bukti-bukti baru. Syarat penting yg harus dipenuhi adalah kedua belah pihak siap dan mau merundingkan kembali untuk mengubah perjanjian tersebut. Hal ini nampaknya bukan sesuatu yang diinginkan oleh Malaysia.
  34. Dalam beberapa diskusi dengan banyak pihak. memang ada pemikiran bahwa menuangkan kesepakatan negosiasi batas sementara dalam bentuk MoU mungkin kurang strategis. Harus dipahami bahwa kesepakatan masing-masing segmen batas darat Indonesia-Malaysia sebenarnya bukanlah kesepakatan final tetapi bersifat pecahan-pecahan kesepakatan yang akan membentuk kesepakatan final. Artinya, kesepakatan per segmen itu bukanlah hasil akhir. Ini yang menjadi pertimbangan beberapa pihak bahwa kesepakatan untuk segmen tertentu sebaiknya tidak dituangkan dalam MoU. MoU dianggap terlalu kuat, sehingga sulit (kalaupun bisa) ditinjau/diubah jika kemudian disadari ada kekeliruan.
  35. Kesepahaman negosiasi yang belum final sifatnya bisa dituangkan dalam bentuk record of discussion (ROD)  yang bersifat lebih lunak, bukan perjanjian sehingga setiap saat lebih memungkinkan untuk direvisi.
  36. Lepas dari segala kemungkinan di atas, batas Indonesia-Malaysia di Camar Bulan/Tanjung Datu sudah disepakati kedua belah pihak dan sah secara hukum melalui penandatanganan MoU 1978. Ini perlu disadari bersama.
  37. Jika kita menginginkan batas darat tersebut diubah karena kita merasa garis batas itu merugikan Indonesia, perlu memikirkan dengan cermat dan matang karena itu berarti mengubah produk hukum. Yang terpenting, pendekatannya harus dilakukan melalui jalur diplomasi untuk meyakinkan Malaysia dengan dukungan data/informasi/analisis yang sangat kuat. Tanpa itu, bangsa kita akan terlihat kurang cantik dalam berinteraksi dengan bangsa lain. Selain itu, sangat mungkin kita akan dicap plin-plan karena berniat membatalkan perjanjian yang dibuat oleh pendahulu bangsa kita sendiri dengan bangsa lain.
  38. Mari bersikap lebih tenang dengan tetap memperhatikan segala kemungkinan. Kita semua memang harus membela tanah air dan tidak mengijinkan siapapun untuk merebut kedaulatan kita walau sejengkal. Meski demikian, tidak bijak jika pembelaan itu dilakukan dengan emosi dan tanpa memahami secara jelas ilmu dan ketentuan yang semestinya digunakan untuk mendukung sikap pembelaan itu. Mari mengurangi komentar/berita provokatif, ayo kita bela bangsa kita dengan nasionalisme cerdas.

1 comment:

AbuFaiz said...

Tambahan :

Kepada VIVAnews.com, Sayudin -- warga Dusun Camar Bulan Desa Temajok, Palok, Sambas -- justru mengaku kaget ketika membaca koran lokal Kalimantan Barat yang memberitakan gonjang-ganjing soal perbatasan. "Padahal tidak ada konflik apa-apa di sana, saya malah tercengang," kata dia, Kamis 13 Oktober 2011.

Pemilik pesantren di Camar Bulan itu menceritakan, sepanjang yang ia tahu, tak ada pergeseran patok batas. "Yang jelas, tingkat pengawasan pemerintah, baik Pemda Kalbar maupun pusat di Jakarta tidak serius terhadap daerah perbatasan," kata dia.

Sayudin mengatakan, panasnya isu tak memberi pengaruh ke masyarakat. "Mereka tetap bekerja di Malaysia pulang-pergi, asyik-asyik saja, tanpa harus menunjukkan identitas ketika masuk (Malaysia)," kata dia. Banyak warga Camar Bulan yang bekerja di Teluk Melano, wilayah Malaysia.

Kata dia, petugas negeri jiran di tapal batas percaya dan mengenal baik penduduk. "Selama ini kami punya hubungan erat dengan Malaysia. Ada kekerabatan yang kental antara kami dan Malaysia, sama-sama Melayu," kata Sayudin. Hubungan antar masyarakat di sana mulai terjalin sejak tahun 1980-an, sejak Dusun Camar Bulan berdiri.

Tak hanya soal nafkah, warga juga memiliki ketergantungan sembako pada negeri jiran. "Kami belanja di sana, karena barang-barang dari Indonesia nggak tahu kapan kunjung datang, lebih baik belanja yang dekat," kata dia. Perjalanan dari Camar Bulan ke Teluk Melano hanya 10 menit, menggunakan motor.

Diakui Sayudin, di kampungnya memang berdiri posko-posko bela negara. Namun, sifatnya hanya untuk diskusi antar warga dan menjaga keamanan. Bukan dalam rangka untuk menyerang Malaysia. "Kalau menyerang Malaysia, kami makan apa, sembako saja dari sana."

Pria 60 tahun itu berharap, pemerintah dan anggota dewan tak hanya meributkan masalah perbatasan, caplok-mencaplok wilayah. "Namun, uruslah kami, warga perbatasan. Jangan adu argumen saja, yang terus membingungkan masyarakat perbatasan," tegas dia. "Kami ini mau di bawa ke mana?"

Apalagi soal kesejahteraan yang sifatnya individu, infrastruktur wilayah RI di perbatasan kondisinya memprihatinkan. "Jalan misalnya, baru saja dikerjakan, dulu sama sekali tak diperhatikan," kata Sayudin.

Seperti diketahui, Jumat 14 Oktober 2011, tim DPR RI mengagendakan tinjauan ke daerah perbatasan dengan Malaysia. Untuk mengkonfirmasi informasi adanya pencaplokan wilayah.

Sayudin mengaku, ia menyambut baik kehadiran pihak pemerintah atau DPR ke wilayahnya itu. "Silakan, lihat kondisi masyarakat secara langsung, kami senang. Tapi, jangan hanya datang lalu pergi, harus ada jaminan kami diperhatikan," kata dia.
Laporan: Aceng Mukaram| Kalimantan Barat
• VIVAnews